REZEKI TAK TERDUGA BAGI YANG MENIKAH
Lelaki itu bercerita, dia menikahi istrinya saat dia
berusia 28 tahun. Usia yang cukup matang bagi seorang
lelaki untuk mengaruhi pahit getir kehidupan. Katanya,
Hasrat seks dan nafsu hanya menggebu di awal
pernikahan. Setelah itu, yang terpenting adalah kasih sayang.
Kasih
sayang dalam bentuk cerita dan berbagi pengalaman.
Mereka biasa melakukannya di tempat tidur menjelang
tidur. Atau, saat menonton televisi. Cerita tentang mereka berdua; mengenang kejadian-
kejadian masa lalu pada masa-masa pertama kali
berkenalan.
Hal yang kerapkali membuat mereka saling
menertawakan diri. Bahagia. Lelaki itu sebenarnya bukan dari keluarga kaya.
Orangtuanya juga bukan orang yang berada. Saat
memutuskan menikah, penghasilannya pun tidak cukup
besar. “Lebih besar dari gajimu sekarang, Lid,” katanya
padaku. (aku memperoleh 1.25jt dari kantor saat ini). Tapi, dia nekad saja. Apalagi, 'calon'nya itu
menantangnya untuk datang menemui orangtuanya jika
memang benar-benar mencintainya. “Nek sampean bener-
bener cinta aku, yo sampean jaluk nang wong tuwoku,”
katanya saat itu.
Sempat bimbang, tapi dia memutuskan untuk maju saja. Ia
datang sendirian ke rumah orangtua si cewek.
Menyatakan maksudnya untuk menikahi putri mereka. Kedua orangtuanya sempat meragukan lelaki itu. Putri
mereka masih kuliah semester satu, sementara sang lelaki
hanya berpenghasilan pas-pasan. Tidak punya rumah lagi. “Mau kamu kasih makan apa anakku?” kata orangtua si
perempuan ragu.
“Saya masih punya tabungan sisa-sisa kemarin kok, Pak,”
jawab lelaki itu sedikit berbohong.
Dia mengaku padaku,
saat itu dia tidak punya tabungan sama sekali. Tapi, demi
meyakinkan orangtua si perempuan dia harus sedikit
berbohong. Setelah menikah, istrinya yang saat itu baru berumur 23
dan duduk semester 3 kuliah, diboyongnya. Uang kuliah
dan biaya sehari-hari, dia yang menanggungnya. Masih dengan penghasilan yang minim dan pas-pasan.
Saat itu, ayahnya tidak memberikannya saku sepeser pun.
Tapi, alhamdulillah, kakeknya memberinya Rp 2 juta.
Uang dari kakeknya itulah yang dibuatnya untuk
membayar sewa kontrakan di Surabaya. Ia mulai lebih
giat bekerja dan menabung dari sebelumnya. Kondisinya masih serba seadanya. Tak ada almari, tak ada
kasur, tak ada peralatan dapur, apalagi televisi di
kontrakan tersebut. Untuk alas tidur pun, dia belum
punya dan belum sanggup membelinya saat itu.
Seketika itu pikirannya langsung teringat pada seorang
temannya. Dimintanya temannya itu untuk meminjamkan
sebuah karpet untuk alas tidur. “Alhamdulillah, walau
belum bisa tidur di kasur, kami sudah punya alas,”
terangnya.
Keadaan tersebut berjalan cukup lama hingga anak
pertama lahir. Saat itu, rezekinya mulai mengalir. Dia
mendapat pekerjaan lain. Ia punya dua pekerjaan. Ia
mulai bisa membelikan televisi buat istrinya yang
kesepian di rumah. Membelikannya kasur, juga membeli
perlengkapan rumah tangga lainnya.
Suatu ketika, dia dapat rezeki uang sebesar 25 juta. Pada
saat yang sama, seorang temannya punya uang yang lebih
besar. Temannya itu mengajaknya untuk membeli mobil. “Beli mobil yuk, biar bisa buat jalan-jalan dengan teman-
teman,” ajak temannya itu padanya.
“Enggak. Aku mau beli rumah dulu,” jawabnya.
“Ahh … beli rumah gampang, nanti-nanti aja,” temannya
itu masih kukuh pengen beli mobil.
Dengan uang seadanya, dia mulai mengkredit sebuah
rumah type 36 di sebuah perumahan seharga Rp 80 juta.
Dengan DP 20 juta.
Bayar bulanannya Rp 750 ribu. Rumah itu sekarang ditaksir seharga Rp 250 juta.
Alhamdulillah, meski harus ngempet dan nabung-nabung,
dia masih bisa bertahan meneruskan cicilan rumah itu
hingga saat ini. Cicilannya pun tinggal 2 tahun. “Dalam
berumah tangga yang penting itu rumah dulu. Kecil-kecil,
jelek-jelek gak apa-apa. Kalau suatu saat nanti, ada duit, bisa direnovasi lagi,” pesannya.
Beberapa tahun kemudian, temannya yang memilih untuk
membeli mobil itu datang padanya. Dia menawarkan
mobil yang dibelinya. Dia menyesal sampai kini punya 3
orang anak, tetap saja ngontrak rumah. Terakhir dia berpesan, orang menikah itu selalu ada
rezekinya. Dan, kita tidak pernah menyangka sebelumnya. Subhanallah....
Semoga ALLAH senantiasa membukakan pintu jodoh bagi
siapa saja yang menginginkan jodoh. Pilihlah agamanya.
Mudah-mudahan sebab agamanya baik, engkau
mendapatkan jodoh yang baik pula, dan senantiasa
dinaungi oleh Rahmat ALLAH Yang Maha Kuasa atas
segala nikmat-Nya. Aamiin
Silahkan Klik "SUKA" dan "BAGIKAN", Jika dinilai baik &
bermanfaat bagi sahabat semua. Semoga menjadi kebaikan
Kita semua.
Lelaki itu bercerita, dia menikahi istrinya saat dia
berusia 28 tahun. Usia yang cukup matang bagi seorang
lelaki untuk mengaruhi pahit getir kehidupan. Katanya,
Hasrat seks dan nafsu hanya menggebu di awal
pernikahan. Setelah itu, yang terpenting adalah kasih sayang.
Kasih
sayang dalam bentuk cerita dan berbagi pengalaman.
Mereka biasa melakukannya di tempat tidur menjelang
tidur. Atau, saat menonton televisi. Cerita tentang mereka berdua; mengenang kejadian-
kejadian masa lalu pada masa-masa pertama kali
berkenalan.
Hal yang kerapkali membuat mereka saling
menertawakan diri. Bahagia. Lelaki itu sebenarnya bukan dari keluarga kaya.
Orangtuanya juga bukan orang yang berada. Saat
memutuskan menikah, penghasilannya pun tidak cukup
besar. “Lebih besar dari gajimu sekarang, Lid,” katanya
padaku. (aku memperoleh 1.25jt dari kantor saat ini). Tapi, dia nekad saja. Apalagi, 'calon'nya itu
menantangnya untuk datang menemui orangtuanya jika
memang benar-benar mencintainya. “Nek sampean bener-
bener cinta aku, yo sampean jaluk nang wong tuwoku,”
katanya saat itu.
Sempat bimbang, tapi dia memutuskan untuk maju saja. Ia
datang sendirian ke rumah orangtua si cewek.
Menyatakan maksudnya untuk menikahi putri mereka. Kedua orangtuanya sempat meragukan lelaki itu. Putri
mereka masih kuliah semester satu, sementara sang lelaki
hanya berpenghasilan pas-pasan. Tidak punya rumah lagi. “Mau kamu kasih makan apa anakku?” kata orangtua si
perempuan ragu.
“Saya masih punya tabungan sisa-sisa kemarin kok, Pak,”
jawab lelaki itu sedikit berbohong.
Dia mengaku padaku,
saat itu dia tidak punya tabungan sama sekali. Tapi, demi
meyakinkan orangtua si perempuan dia harus sedikit
berbohong. Setelah menikah, istrinya yang saat itu baru berumur 23
dan duduk semester 3 kuliah, diboyongnya. Uang kuliah
dan biaya sehari-hari, dia yang menanggungnya. Masih dengan penghasilan yang minim dan pas-pasan.
Saat itu, ayahnya tidak memberikannya saku sepeser pun.
Tapi, alhamdulillah, kakeknya memberinya Rp 2 juta.
Uang dari kakeknya itulah yang dibuatnya untuk
membayar sewa kontrakan di Surabaya. Ia mulai lebih
giat bekerja dan menabung dari sebelumnya. Kondisinya masih serba seadanya. Tak ada almari, tak ada
kasur, tak ada peralatan dapur, apalagi televisi di
kontrakan tersebut. Untuk alas tidur pun, dia belum
punya dan belum sanggup membelinya saat itu.
Seketika itu pikirannya langsung teringat pada seorang
temannya. Dimintanya temannya itu untuk meminjamkan
sebuah karpet untuk alas tidur. “Alhamdulillah, walau
belum bisa tidur di kasur, kami sudah punya alas,”
terangnya.
Keadaan tersebut berjalan cukup lama hingga anak
pertama lahir. Saat itu, rezekinya mulai mengalir. Dia
mendapat pekerjaan lain. Ia punya dua pekerjaan. Ia
mulai bisa membelikan televisi buat istrinya yang
kesepian di rumah. Membelikannya kasur, juga membeli
perlengkapan rumah tangga lainnya.
Suatu ketika, dia dapat rezeki uang sebesar 25 juta. Pada
saat yang sama, seorang temannya punya uang yang lebih
besar. Temannya itu mengajaknya untuk membeli mobil. “Beli mobil yuk, biar bisa buat jalan-jalan dengan teman-
teman,” ajak temannya itu padanya.
“Enggak. Aku mau beli rumah dulu,” jawabnya.
“Ahh … beli rumah gampang, nanti-nanti aja,” temannya
itu masih kukuh pengen beli mobil.
Dengan uang seadanya, dia mulai mengkredit sebuah
rumah type 36 di sebuah perumahan seharga Rp 80 juta.
Dengan DP 20 juta.
Bayar bulanannya Rp 750 ribu. Rumah itu sekarang ditaksir seharga Rp 250 juta.
Alhamdulillah, meski harus ngempet dan nabung-nabung,
dia masih bisa bertahan meneruskan cicilan rumah itu
hingga saat ini. Cicilannya pun tinggal 2 tahun. “Dalam
berumah tangga yang penting itu rumah dulu. Kecil-kecil,
jelek-jelek gak apa-apa. Kalau suatu saat nanti, ada duit, bisa direnovasi lagi,” pesannya.
Beberapa tahun kemudian, temannya yang memilih untuk
membeli mobil itu datang padanya. Dia menawarkan
mobil yang dibelinya. Dia menyesal sampai kini punya 3
orang anak, tetap saja ngontrak rumah. Terakhir dia berpesan, orang menikah itu selalu ada
rezekinya. Dan, kita tidak pernah menyangka sebelumnya. Subhanallah....
Semoga ALLAH senantiasa membukakan pintu jodoh bagi
siapa saja yang menginginkan jodoh. Pilihlah agamanya.
Mudah-mudahan sebab agamanya baik, engkau
mendapatkan jodoh yang baik pula, dan senantiasa
dinaungi oleh Rahmat ALLAH Yang Maha Kuasa atas
segala nikmat-Nya. Aamiin
Silahkan Klik "SUKA" dan "BAGIKAN", Jika dinilai baik &
bermanfaat bagi sahabat semua. Semoga menjadi kebaikan
Kita semua.
No comments:
Post a Comment